1. Asal Usul Istilah Shalat Arbain
Istilah “Arbain” berarti empat puluh. Sebagian masyarakat menerima kabar bahwa ada satu amalan yang sering disebut dengan shalat arbain, yang dipahami sebagai rangkaian ibadah selama 40 hari berturut‑turut atau jumlah total 40 rakaat. Media sosial dan grup Whatsapp sering menyebutkan manfaatnya yang dahsyat. Namun yang perlu diingat, popularitas sebuah istilah belum tentu diikuti dasar hukum yang shahîh.
2. Telaah Dalil Hadits
Ulama hadits seperti Syaikh Muḥammad Nasiruddin al-Albani meneliti setiap riwayat terkait Shalat Arbain dan menyimpulkan bahwa semua sanadnya lemah (dha‘îf) hingga palsu (mawḍû‘).
Tidak Ditemukan di Kitab Shahîh
Kitab‑kitab utama dari Shahih Muslim, al‑Bukhari, Sunan Abî Dawud, dan lainnya tidak memuat anjuran shalat khusus 40 rakaat atau amalan harian selama 40 hari. Beberapa amalan sunnah yang dijamin keutamaannya antara lain mencakup shalat Sunnah Rawatib (sebelum dan atau sesudah shalat fardhu), Tahajjud, Dhuha, dan Witir yang sanadnya kuat.
Beramal Sesuai Petunjuk Nabi ﷺ
Nabi ﷺ memperingatkan,
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا مَا لَمْ يَكُنْ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa pun membuat hal baru dalam agama kami yang tidak ada tuntunannya, maka ia tertolak.”
(HR. al‑Bukhari no. 2697)
Karena Shalat Arbain tidak memiliki dalil primer, melakukannya mengandung risiko tertolak.
3. Fokus pada Sunnah Teruji
Daripada menambah amalan tanpa dasar, berikut beberapa sunnah yang riwayatnya kuat dan mudah diterapkan,
Shalat Jamaah Tanpa Ketinggalan Takbiratul Ihram bersama Imam
Rasulullah ﷺ pernah bersabda,
مَنْ صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِى جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيرَةَ الأُولَى كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَتَانِ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَبَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ
“Barang siapa yang shalat karena Allah selama 40 hari secara berjamaah. Dan ia tidak ketinggalan takbiratul ihram bersama imam, maka ia akan dicatat terbebas dari 2 hal yaitu terbebas dari siksa neraka dan dari kemunafikan.”
(HR. Tirmidzi, no. 241. Dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah Hadits ash-Shahihah, no. 2652)
Shalat Sunnah Rawatib
“Barang siapa yang shalat sunnah 12 rakaat dalam sehari semalam, Allah akan bangunkan untuknya rumah di surga.”(HR. Muslim no. 728)
Dijelaskan dalam hadits, 12 rakaat tersebut meliputi,
“4 rakaat sebelum Dzuhur, 2 rakaat setelah Dzuhur, 2 rakaat setelah Maghrib, 2 rakaat setelah Isya, dan 2 rakaat sebelum Shubuh” (HR. at-Tirmidzi no. 415, dishahihkan al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi).
Shalat Tahajud
Dilakukan di sepertiga malam terakhir, buka kesempatan mendapatkan ampunan dan rahmat yang melimpah (QS. al‑Furqan: 64).
Shalat Dhuha
Minimal dua rakaat setelah matahari naik, memberi keberkahan rezeki dan ketenangan hati (HR. Muslim).
Shalat Witir
Penutup shalat malam dengan jumlah ganjil, sunnah muakkadah yang tidak pernah ditinggalkan Rasulullah ﷺ (HR. al‑Bukhari).
Memperbanyak amalan ini lebih terjamin keutamaannya karena dasar sanad dan konsistensi ulama mempraktikkannya.
4. Praktik Ibadah yang Mudah Diterapkan
Untuk jamaah umrah atau haji, memadukan shalat sunnah di Tanah Suci bisa menambah kekhusyukan:
- Menjaga Shalat Sunnah Rawatib
- Tahajud di Masjid Nabawi
- Dhuha di Masjidil Haram
- Witir sebelum tidur
5. Rangkuman Singkat
- Shalat Arbain tidak memiliki dalil shahîh dan termasuk bid’ah jika dipraktikkan tanpa dasar.
- Perbanyak sunnah yang sudah pasti shahih seperti Shalat Sunnah Rawatib, Tahajud, Dhuha, dan Witir yang sanadnya kuat.
- Usahakan melakukan ibadah dengan keikhlasan dan kekhusyukan.
- Manfaatkan waktu di Tanah Suci untuk menunaikan sunnah yang shahih dan terarah.
Dengan memahami dasar hukum dan menata amalan sesuai petunjuk Nabi ﷺ, ibadah menjadi lebih bermakna, membawa ketenangan hati, serta mendekatkan kita pada ridha Allah ﷻ. Semoga panduan ringkas ini membantu memperjelas dan memperkuat ibadah harian Anda.
